Rabu, 28 Maret 2018

Hutang pada Anin

Mataku terus berputar mencari Anin,gadis berkerudung toska yang telah memberiku pinjaman uang. Gadis? Oh.. Aku tak tahu dia sudah menikah atau belum. Harapanku belum. Dan aku berniat akan menjadikannya dia sebagai isteriku. Semudah itukah? Aku akan berusaha.

Pertemuanku dengan Anin baru terjadi sekali. Itupun karena kebodohanku. Kala itu pagi hari, aku naik bus pertama patas AC 81 jurusan Kalideres-Depok. Aku duduk di kursi dua orang. Sebelah kiriku jendela dan sebelah kananku duduk seorang wanita bertubuh mungil,berkacamata,sedang memangku sebuah buku. Di pergelangan kirinya melingkar jam tangan merk G-shock. Hihi.. Pasti wanita tomboy.

Seperti biasa, apabila bus sudah memasuki jalan tol dalam kota, kondektur bertugas narikin ongkos.

Saat hendak bersiap-siap mengambil uang dari dalam dompet, aku kaget bukan kepalang karena tidak menemukan dompet. Shit! Dimana dompetku. Jatuh? Dicopet? Atau tertinggal di rumah? Dengan wajah panik, aku mencoba menelepon mama, berharap dompet kesayanganku itu tertinggal di rumah.


"Assalamu'alaykum, Ma.. Dompet Abil ada di kamar ga?" 

"Ooh.. Alhamdulillaah kalo gitu. Di bus, Ma. Ga tau ini gimana ya bayarnya. Gampang deh ma, nanti Abil telepon lagi ya, Ma.." sambil setengah berbisik aku mematikan telepon. Kupejamkan mata, keningku berkerut, berpikir keras. Kutarik napas dalam-dalam.

"Dompet kamu ketinggalan ya?"

Suara wanita dari arah kanan mengagetkanku. Aku tergagap.

"I.. Iyah..hehe" aku nyengir persis orang bodoh.

Kondektur sudah berada di tempat kami. Waktunya membayar ongkos
.
"Dua, Bang!" Wanita itu menyodorkan uang untuk membayar ke kondektur.

"Eh.. Makasih ya, udah dibayarin. Aku jadi hutang deh.." ucapku berterima kasih pada wanita itu.

"Santai aja.." balas si kerudung toska dengan lambaian tangan kiri yang cuek.

Kulirik buku dipangkuannya yang berjudul Statistika. Di sudut kiri atas terdapat tulisan. Seperti sebuah nama. Kukedip-kedipkan mataku agar bisa melihat lebih jelas tulisan itu. ANIN. Hanya 4 huruf. A-N-I-N. Benar Anin. Owh.. Namanya Anin.

"Nama kamu Anin ya?" aku memberanikan diri untuk bertanya nama kepadanya.

Dia menoleh kearahku. Matanya seolah bertanya darimana aku bisa tahu namanya. Kugerakan mataku ke sudut buku yang sedang dipangkunya sambil kuangkat alis kiriku . Dia mengikuti arah mataku.

"Ooh..hehehe.." Anin terkekeh.

"Benar?" tanyaku makin penasaran.

"Iya benar kok. Kamu Abil kan?" tanyanya dengan senyum sambil melihatku.

"Loh.. Tau darimana?" mataku terbelalak. Aku melihat sekujur tubuh, sepertinya tidak ada tulisan Abil di tubuhku.

Anin tertawa. "Kamu kan tadi nelpon mamamu. Terus nanya.. Ma, dompet Abil ada ga?" Anin menirukan gayaku saat tadi aku menelepon mama. Huuff... wanita ini benar-benar bagus indera pendengarannya.

Aku hanya bisa oh oh saja.

Tak terasa waktu perjalanan begitu singkat. Lancar sekali. Kami sudah sampai di Pocin. Dan Anin turun disini. Aku masih melanjutkan perjalananku. Aku biasa turun di Detos.

***

Sudah satu bulan sejak kejadian itu,aku tidak pernah bertemu dengan Anin. Padahal aku masih punya hutang dengannya. Kenapa juga waktu itu aku lupa untuk meminta no Hpnya. Hhh...

#onedayonepost
#ODOPbatch5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih atas kunjungannya ya..
Silahkan tinggalkan komentar sesuka hati asal sopan dan tunggu kunjungan balik saya ke blog teman-teman^^