Sabtu, 25 Oktober 2014

Saatnya Mencetak Generasi Unggul

"Sibuk apa sekarang?" 
Pertanyaan yang berulang kali mampir di telinga saya. 
Saya hanya tersenyum sambil menjawab,
 "di rumah aja...".

Ketika masih SD,saya bercita-cita ingin menjadi dokter. Cita-cita yang memang sangat familiar di kalangan anak kecil sebab dokter dianggap sebagai cita-cita yang WOW banget. Masuk SMP,cita-cita saya berubah,ingin jadi arsitektur handal. Kenapa? Karena zaman SMP lagi ngetrend film AADC,filmnya Nicholas Saputra dan Dian Sastro. Kalau cewek-cewek lain pada ngebet pengen kuliah jurusan sastra kayak Dian Sastro,saya malah ngebet pengen kuliah jurusan arsitektur kayak Nicholas. Keren aja rasanya cewek jago arsitektur,Ehm. Lulus SMP masuk SMA. Cita-cita berubah lagi. Kali ini saya pengen jadi perawat. Alasannya karena saya suka bidang kesehatan dan berpikir menjadi perawat itu suatu pekerjaan yang mulia. Saya membayangkan berapa banyak pahala yang diterima oleh mereka yang bekerja sebagai perawat. Sungguh luar biasa. Maka dengan keyakinan hati,ketika lulus SMA dan mengikuti ujian seleksi perguruan tinggi negeri,saya berharap sekali bisa lulus dan kuliah jurusan keperawatan di UI.


Nyatanya,saya malah kuliah jurusan kimia. Saya berpikir,ah beda dikit kok. Anak kimia kan masih bisa kerja di rumah sakit bagian laboratorium atau apa saja yang penting masih di bidang kesehatan. Ya,namanya juga cita-cita,semua orang berhak bercita-cita sesuka hati.

Takdir. Lulus kuliah saya dilamar seorang laki-laki. Laki-laki yang menurut saya tampan hanya saja ia belum terlalu mapan. Tapi ia terlihat baik dan sholeh,dan yang membuat saya jatuh hati kepadanya ia terbilang laki-laki yang cerdas. Rasanya tidak ada alasan untuk menolaknya,apalagi hati makin mantab setelah istiqarah.

Empat hari setelah akad terucap,saya terbang bersamanya ke pulau seberang. Menemaninya bertugas sebagai abdi negara di kota yang dahulunya penuh konflik. Ngeri,takut,sepi tapi senang itulah perasaan saya ketika awal menginjakan kaki di kota itu. Maklum,dari lahir hingga dewasa saya hidup di ibu kota. Sayapun belum pernah sekalipun naik pesawat keluar pulau jawa. Sehari dua hari saya merasa enjoy disana. Anggap saja seperti bulan madu,bathin saya. Hari demi hari kami lewati layaknya pengantin baru yang semua pokoknya dunia hanya milik kita berdua,tsaaah.

Suatu hari. Suami sedang kerja otomatis saya di rumah sendirian. Iseng-iseng saya buka facebook sambil melepas lelah sehabis masak. Saya membaca satu persatu status teman-teman saya. Isinya hampir sama semua,tentang kesibukan mereka di bidangnya masing-masing. Si A sedang koas,sebentar lagi jadi dokter. Si B keterima di kementrian anu. Si C keterima di BANK itu. Si D keterima di BUMN terkenal dan masih banyak lagi. Saya...? Sejenak berpikir.. Padahal beberapa dari mereka,waktu sekolah peringkatnya di bawah saya. Beberapa dari mereka,IPnya tidak lebih tinggi dari saya. Beberapa dari mereka,berasal dari universitas tak seternama universitas tempat saya menimba ilmu.

Tiba-tiba hati saya perih. Inikah yang namanya iri? Jujur saya iri ketika tahu teman-teman saya sukses selepas lulus kuliah. Jujur hati sayapun pilu ketika melihat mereka bisa menyenangkan dan mengenyangkan diri sendiri dari hasil jerih payahnya sendiri. Lantas saya? Saya hanya berdiam diri menunggu kedatangan suami di rumah. Menanti diberi uang belanja karena saya pengangguran. Saya tidak bekerja. Dan setiap hari saya mengerjakan pekerjaan yang sama yaitu nyapu nyupir ngepel masak. Tidak ada yang berbeda. Tak ada inovasi. Monoton. Kaku. Bosan. Dan saya jenuh dengan rutinitas seperti ini. Diam-diam hati merasa menyesal kenapa langsung menikah dan tidak kerja dulu selepas kuliah,atau.. biar saja kami LDRan sehabis menikah,agar saya bisa mencari kerja dulu di ibu kota. Saya mencaci diri sendiri,kesal dan merasa merana karena tidak bisa menghasilkan uang sendiri.

"Wah.. enak ya jadi Ibu Rumah Tangga,bisa berkarya sesuka hati dirumah,bisa nemenin anak setiap saat,gak disuruh-suruh orang,jadi bos diri sendiri..enak loh..". Itulah perkataan seorang teman kepada saya di ujung telpon suatu hari. Dia bekerja di sebuah perusahaan percetakan media masa. Mendengar penuturannya,saya hanya terdiam. Saya berusaha mencerna tiap kalimat yang diucapkannya. Seenak apa sih ibu rumah tangga? Sehebat apa kah ibu rumah tangga?

Pertanyaan itu terjawab setelah saya melahirkan Akhtar. Saya baru merasakan betapa hebatnya menjadi seorang ibu. Merawat,menjaga,mencintai,mengasihi,menemani bermain sampai menina bobokannya. Sedetikpun tak ingin berpisah rasanya. Dari sinilah saya mengerti kenapa sejak awal kami menikah,suami tidak mengizinkan saya bekerja. Rupanya berada bersama buah hati setiap saat itu nikmatnya sungguh luar biasa. Tak mungkin tergantikan oleh apapun jua. Saya nyaman dengan hal ini. Biarlah cita-cita menjadi perawat menguap ke angkasa,toh saya bisa menjadi perawat untuk keluarga tercinta bukan? Menjadi perawat tidak harus bekerja di rumah sakit dan merawat orang sakit saja kok,menjadi perawat bisa dimana saja. Di rumah sendiri merawat keluarga untuk tetap sehat Itu namanya perawat kan? ;) Dan saya juga masih bisa bekerja sesuai bidang,hanya saja bukan di kantor tetapi cukup di rumah. Seperti memilih dan memilah makanan yang sehat untuk keluarga,mendisiplinkan keluarga untuk hidup teratur dan... menjadi ibu itu seni loh ;) bisa berekspresi,berkarya dan menciptakan menu-menu baru saat memasak. Setuju..? ^_^

Setelah saya menyadari bahwa posisi sebagai ibu rumah tangga itu menyenangkan,tiba-tiba saya kepikiran tentang hal-hal bagaimana rasanya seorang ibu yang bekerja di luar sana ketika tidak bisa selalu bersama dengan buah hati tercintanya. Irikah dengan mereka yang bisa setiap saat bercengkrama dengan buah hatinya?
Inikah yang dirasa oleh ibu bekerja,iri ketika melihat betapa bahagianya ibu yang di rumah bisa dekat setiap saat dengan buah hatinya,seperti dulu saya iri ketika melihat ibu bekerja bisa menghasilkan uang sendiri?
Inikah yang dirasa oleh ibu bekerja,perih ketika buah hati sedang sakit tetapi mengharuskannya datang ke kantor,seperti dulu saya iri kepada ibu bekerja yang bisa sesuka hati membawa buah hatinya memilih mainan yang mahal-mahal?
Inikah yang dirasa oleh ibu bekerja,pilu ketika saat dirinya pulang kerja ternyata buah hati sudah terlelap dalam mimpi,seperti dulu saya iri ketika ibu bekerja dapat menerapkan ilmunya semasa sekolah pada bidangnya?

Sekarang bukan zamannya lagi iri-irian,mencibir sana sini dengan mencari segala kekurangan ibu di rumah atau ibu bekerja. Bukan waktunya lagi siapa yang paling hebat atau siapa yang lebih benar. Sekarang saatnya berbenah diri,menjadi ibu yang profesional. Yang profesinya ibu rumah tangga,yuk kita jaga,rawat dan sayangi buah hati tercinta. Dua puluh empat jam kita bersamanya. Pasti buah hati menjadi pribadi yang disiplin,taat dan cerdas. Lelah? Pasti. Bayangkan hasilnya,agar hati makin bangga karena selalu bersamanya. Yang kebetulan profesinya sebahai ibu bekerja,saya salut karena engkau berhasil menciptakan pribadi yang mandiri,tangguh dan pintar. Walaupun waktu bersama buah hati terbatas,tetap yakinkan diri bahwa kebersamaan engkau dengannya berkualitas. Wahai para ibu... mari kita bersama-sama menciptakan generasi yang unggul,bermoral,berintelektual dan berahklak yang baik. Anak melihat,anak melakukan. Saat dimintai pertanggung jawaban kelak diatas sana,tidak akan ditanya apa profesi kita,kita hanya ditanya apa yang sudah kita persembahkan untuk agama dan negeri ini sebagai seorang IBU? Kita semua sama,terlahir menjadi seorang ibu. Ibu yang harus menjadi kebanggaan anak-anaknya kelak,ibu harus bisa menjadi teladan yang baik untuk keluarga..aamiin.


Foto semasa kuliah dengan teman segenk :D
Saya yang berhijab hijau ^_^

Edit-edit dokumentasi saat pernikahan dan masa kini :D
Alhamdulillaah (baru) 4 tahun menjadi ibu rumah tangga dan baru mempunyai satu jagoan sholeh ^_^

Tak lupa memasang banner ^_^

12 komentar:

  1. Betul sekali ya mak, jadi ibu bekerja maupun ibu 'bekerja di rumah' semua sama mulianya. Yang penting kita tau yg terbaik utk anak2 dan keluarga. Be a happy mom yaaaa....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mak,harus profesional pokoknya ya.. karena takdir kita adalah 1, seorang IBU.. ;) makasiih mak.. ^^

      Hapus
  2. sama dirumah ya mbak, tapi gak nganggur kan sebagai ibu rumah tangga juga :) good luck ya kontesnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sekarang udah punya bisnis kecil-kecilan mama cal-vin,alhamdulillaah... ^_^
      Makasih yaa ^^

      Hapus
  3. Sukses kontesnya mbak...

    BalasHapus
  4. setuju mak, apapun profesi kita, jadilah kebanggaan utk anak2 kita :)

    BalasHapus
  5. Setuju banget, Mak. Di rumah bukan berarti bengong mulu yaa. Dikit-dikit bisa berkegiatan, kayak bikin craft atau ngelesi anak-anak sekomplek tiap abis maghrib :D

    http://thehappymimi.blogspot.com/

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benerrr mak,,ibu di rumah juga banyak kerjaan yaa :D

      Hapus
  6. jadi ibu rumah tangga itu pekerjaan yang mulia lho mbak, dan itu juga nggak mudah... Btw saya juga cuma dirumah kerjanya :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Di rmah saja bukan berarti pengangguran ya :D

      Hapus

Terimakasih atas kunjungannya ya..
Silahkan tinggalkan komentar sesuka hati asal sopan dan tunggu kunjungan balik saya ke blog teman-teman^^