Selasa, 07 Mei 2013

Yakin! Bisa Menjadi Ibu yang Baik

Alhamdulillaah...
 
Setelah 10 bulan rehat dari ngeblog akhirnya bisa nulis lagi di blog sederhanaku ini. Kangen euy... ^_^
Apa sih yang membuat aku tiba-tiba semangat lagi untuk ngeblog? hmm.. mau ikutan GAny mbak Evi pastinya,lumayan kan bisa ikut meramaikan sekaligus menambah ilmu setelah membaca tulisan dari para pesertanya..hihihi.


Kalau ditanya,kenapa 10 bulan absen dari ngeblog?? Jawabnya singkat. Ya, singkat karena memang hanya satu jawabanku,yaitu "sibuk". Sibuk mengurus anakku yang saat ini berusia 8 bulan. Sibuk karena aku hanya seorang diri mengurusnya ketika ayahnya bekerja. Sibuk karena waktuku habis menemani kesehariannya yang kian lama kian lincah. Sibuk karena semua urusan rumahtangga berada di tanganku. Sibuk..sibuk..dan sibuk adalah stempel kata di dahiku. Sampai-sampai make-up dan sisiran yang kata kaum hawa wajib hukumnya akupun tidak sempat. Ini beneran loh... Suwerr deh o_O




Lalu,aku muncul kembali dengan segala curahan hati yang tertulis bukan sebagai puisi,tapi cerita untuk berbagi. Yang terinspirasi setelah membaca Sudahkah Saya Menjadi Ibu Yang Baikdari jurnalnya mbak Evi. Girang banget pas nemu tulisan ini. Inilah saatnya aku meluapkan semua yang ada di pikiranku. Tentu saja bukan untuk menggurui,tapi untuk berdiskusi :)


Aku seorang ibu yang baru memiliki satu anak berusia 8 bulan. Mengutip dari tulisan mbak Evi. 
" Menjadi ibu yang baik dalam masyarakat kita lebih pada kondisi psikologis. Pada
tanggung jawab dan pada peran yang dimainkan saat menjalankan tanggung jawab itu".


Aku tertunduk malu. Malu pada diri sendiri. Sering kali hati ini mengeluh karena peluh yang membanjir. Ingin rasanya teriak dikala raga telah remuk.

Karena apa? Karena aku masih berharap ada yang menemaniku saat ini,setidaknya seseorang yang membantuku. Bukan.. Bukan baby sitter,karena aku jelas-jelas tidak ingin anakku diasuh oleh orang lain. Aku hanya butuh seseorang untuk membantuku mencuci,menyetrika dan memasak.


"Kalau sudah jadi ibu ya pasti capek".
Kata-kata itu selalu melekat indah di benakku. Seolah menjadi ibu rumah tangga itu suatu pekerjaan yang melelahkan,menjenuhkan bahkan kalau perempuan yang hanya menjadi Ibu Rumah Tangga itu tidak memiliki pendidikan tinggi. Pernah berpikir,lebih baik aku menjadi wanita karier yang tiap bulan punya penghasilan sendiri,yang tak perlu pusing karena harus putar otak untuk membuat menu sehari-hari,yang ketika pulang dari kantor makanan sudah tersusun rapih di meja makan karena semua pekerjaan selesai oleh asisten rumah tangga. Rumah bersih dan aku tinggal istirahat saja. Beres! Toh aku lulusan Universitas Negeri ternama di Indonesia. Sangat mudah bagiku untuk mendapatkan pekerjaan.


Tapi itu dulu.. sebelum aku menyadari bahwa semua yang kita miliki adalah anugerah yang luar biasa yang harus kita jaga dan rawat sebaik mungkin. Dimana peranku sebagai ibu jika semuanya selesai oleh asisten rumah tangga? Dimana kewajibanku mendidik,bermain dan belajar bersama anakku? Dimana hak anakku untuk merasakan kasih sayang dan kedekatan bathin dengan ibunya? Cukup adil kah aku memiliki penghasilan besar,yang penghasilannya 40% justru untuk membayar asisten rumah tangga tapi anakku kehilangan waktu bersama ibunya?


Karena itu pula aku setuju jika padausia 7 tahun ke bawah seperti yang
dikatakan Ali bin Abi Thalib, 

“jadikananak seperti raja”, 
dididampingi, dimuliakan, diberikan perhatian penuh. 

Aku juga setuju jika ada orangtua mengatakan 
“saya tidak akan pernah menitipkan anak pada siapapun, karena tidak ada yang
lebih baik dari orangtua sendiri”.


Bukan berarti semua ibu yang bekerja tidak dapat menikmati kebersamaan dengan anaknya. Bukan pula tak boleh atau salah jika menitipkan anak pada kakek neneknya bahkan baby sitter. Hanya saja alangkah lebih baik jika anak diurus sendiri oleh ibunya. Dibentuk sendiri oleh ibunya. Karena,seorang ibu tidak sekedar menjaga,tapi ia juga akan menstimulasi anaknya. Mungkin ada yang bertanya,"Lantas,bagaimana jika saya bekerja? Mau di titipkan pada siapa anak saya jika kakek nenek atau baby sitternya hanya bertugas menjaga dan tidak menstimulasinya?"   

Ini persis seperti orangtua yang khawatir anaknya sakit jika hujan-hujanan. Apakah air hujan itu yang menyebabkan anak sakit? Tanya dokter manapun, bukan hujan yang menyebabkan anak sakit tapi masalah kekebalan tubuh anak yang tengah lemah dan kebetulan hujan-hujanan itulah yang menyebabkan anak sakit. Jika hujan dapat menyebabkan sakit, pastilah semua orang yang kena hujan akan sakit! Tapi apakah semua orang yang kena hujan pasti sakit? Tidak bukan?
Bukan seperti itu. Malah Aku kagum jika seorang ibu bekerja dapat menyelesaikan semua urusannya. Kantor siph,rumah oke,anak pintar! ;)


Sekarang,aku sangat menikmati peranku sebagai ibu rumah tangga. Tidak ada lagi kata mengeluh. Sudah  tidak ada lagi rasa iri kepada ibu-ibu yang berpendidikan tinggi yang memutuskan untuk bekerja. Semua adalah hak masing-masing individu. Kalau aku,lebih nyaman seperti ini. Aku dapat mengamati setiap perkembangan anakku. Mengetahui apa yang diinginkannya dan memberi apa yang dipintanya. Penantianku selama satu tahun itu tidak akan ku sia-siakan. Ya,satu tahun setelah menikah aku baru hamil. Anugerah yang sangat sangat luar biasa memang ketika aku bisa merasakan kehamilan,melahirkan sampai membesarkannya. Sesuatu banget deh ;)

Aku akan berusaha,belajar dan terus belajar agar dapat menjadi ibu yang baik. Ibu yang cerdas. Ibu yang menjadi teladan bagi anak-anaknya kelak. Ibu yang selalu ada untuk tempat bertukar pikiran. Ibu yang selalu mendoakan kebaikan untuk anak-anaknya. Agar anak-anakku bangga mempunyai ibu seperti aku.. Aamiin... ^,^



Tulisan ini diikutsertakan pada First Give Away Jurnal Evi Indrawanto

9 komentar:

  1. kebayang sampe ngga sempet sisiran ya mbak, hahaha...

    semoga kesampaian jadi ibu yang biak....

    ekspresi anaknya lucu sekali mbak,

    BalasHapus
  2. Jadi ibu yang sibuk tak hanya menguras energi fisik tapi juga batin. Kita ingin semua yang terbaik untuk anak soalnya..Maka demi kesejahteraan dia apa juga kita lakukan. Walau capek dan tulang remuk setengah mati, saat dia menangis atau kelaparan karena belum makan, kita takan mungki bisa beristirahat dengan tenang. Rasa bersalah memanggil-manggil..Tapi melihat anaknya yang cakep dan sehat begini, aku yakin Mbak Yulita memenuhi syarat disebut ibu yang baik.

    Makasih ya Mbak :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin mbak Evi.. Makasih ya mbak :)
      Saya akan terus belajar mbak.. Dan harus yakin!
      Yakin bisa menjadi ibu yang baik..hehehe

      Hapus
  3. Subhanallah itu foto putra apa putri bunda..... Lucu banget
    Semoga saja nanti kalo udah besar bisa nurut sama kedua orang tuanya bisa menjadi anak yang sholehah dan bisa buat kedua orang tuanya bangga :)
    Niche blog

    BalasHapus
    Balasan
    1. Putra bung irfan.. :D Aamiin.. Makasih ya.. Semoga kelak anak bung irfan juga bisa membanggakan ortunya..aamiin :)

      Hapus
  4. Putra bung irfan.. :D
    Aamiin.. Makasih ya.. Semoga kelak anak bung irfan juga bisa membanggakan ortunya..aamiin :)

    BalasHapus
  5. Saya rasa keputusan anda sangat tepat kok mbak.. Tak lagi iri dan peduli dengan ibu-ibu lain yang bekerja, sedangkan anda berijasah tinggi. Sebab menurut saya ijasah tinggi itu juga bukan jaminan kok seorang wanita akan mempunyai skill yang tinggi pula dalam mengasuh anaknya

    terima kasih sudah turut menyemarakkan GA mbak Evi.. sudah tercatat sebagai peserta ya

    BalasHapus

Terimakasih atas kunjungannya ya..
Silahkan tinggalkan komentar sesuka hati asal sopan dan tunggu kunjungan balik saya ke blog teman-teman^^