Dari Bobo

Sejak kapan saya suka menulis? Jawabannya adalah : sejak saya bisa menulis.

Entah dari mana ketertarikan dalam dunia literasi muncul pada diri saya, sedangkan kedua orangtua bukan seorang ahli sastra ataupun yang berkecimpung di dunia jurnalistik. Tidak. Mereka juga tak pernah memasukan saya pada kursus-kursus yang berhubungan dengan dunia kebahasa Indonesiaan. Pun saya tidak pernah diikut sertakan dalam lomba-lomba karya tulis, puisi dan sejenisnya.

Orangtua saya, hanya sekedar tahu kalau anaknya senang menulis. Maka, orangtua saya, khususnya papa, berlangganan majalah bobo untuk saya. Beliau juga rajin membelikan kertas folio agar saya bisa menulis cerpen, puisi atau apa saja di kertas tersebut menggunakan bolpoint. Maklum, kami keluarga sederhana. Mesin tik pada zaman itu tergolong barang mewah, tidak ada di rumah saya.

Dari berlangganan bobo itulah hasrat mengirim tulisan mulai bergemuruh. Dengan selembar kertas dan bolpoint, saya mencoba mengirim tulisan ke rubrik cerpen dan tak disangka. Hasilnya, tulisan saya dimuat. Berbagai hadiah mulai saya terima. Dari sebuah tas, tiket gratis nonton bioskop, souvenir-souvenir bobo bahkan uang ratusan ribu rupiah. Zaman SD, uang ratusan ribu itu sudah sangat UWOW sekali buat saya. Sampai sekarang juga kok.

Berawal dari majalah bobo, lanjut ke majalah gadis pada saat itu. Tulisan saya masih mendapatkan tempat di tabloid-tabloid remaja kala itu. Di sekolah, sayapun langganan juara menulis cerpen.

Namun, saat SMA, dengan kegiatan yang lebih padat dan jarak rumah yang lumayan jauh dari sekolah, membuat saya sudah kelelahan untuk rutin membuat tulisan dan mengirim ke tabloid-tabloid remaja. Saya hanya rajin menulis di diary alias curhat doank.

Lebih-lebih ketika saya sudah kuliah. Aktivitas seabreg dengan rutinitas praktikum plus laporannya, telah membuat saya jauh dari dunia literasi. Yang tadinya pandai merangkai kata cinta, jadi pandai merangkai rantai karbon. Hilang, meluap entah kemana keahlian tulis menulis saya.

Lanjut setelah menikah, saya full di rumah saja. Kesepian ini yang akhirnya memutuskan saya untuk membuat blog. Tidak ada tujuan apa-apa saat itu selain ingin bercerita tentang kegiatan sehari-hari, share resep, share tempat wisata dan apa saja yang saya alami. Istilahnya gado-gado.

Sayapun mencoba ikutan berbagai lomba blog dan give away ecek-ecek. Hasilnya sangat lumayan. Saya banyak mendapatkan hadiah beberapa buku, mainan anak, voucher belanja dan masih banyak lagi. Bahagia? Sangat! Apalagi untuk ibu rumah tangga yang tidak berpenghasilan seperti saya, mendapatkan yang gratisan itu menjadi kebahagiaan tersendiri.

Dari situ, akhirnya saya belajar lagi dan terus belajar hingga sampai saat ini, saya bisa menelurkan 4 buah buku antologi bersama rekan-rekan di beberapa komunitas. Alhamdulillah.

Sekarang, perjalanan menulis saya pada tahap mengikuti program ODOP pada kelas lanjutan nonfiksi. Walau dengan terseok-seok saya mengikuti materinya,tapi semangat tidak pernah luntur. Iya, terseok. Karena materi disajikan malam hari, yang mana bagi seorang emak macam saya, malam hari itu free gadget. Notifikasi dari grup WhatsApp disilent. Kesepakatan ini sudah ada dikeluarga saya jauh sebelum saya mengikuti kelas ODOP.

Namun demikian, semangat saya tetap berkobar. Jika anak sudah tidur, sebisa mungkin saya ikutan nimbrung di kelas walau telaaaat, huhu. Tapi saya percaya, niat saja sudah berpahala. Menuntut ilmu wajib bagi setiap yang bernyawa. Tetap semangat! Menyemangati diri sendiri untuk menjadi lebih baik.

#onedayonepost

#ODOPbatch5

#kelasnonfiksi

#tantangan2