ODOP itu Jodohku

Menulis adalah memahat peradaban.

Helvy Tiana Rosa

Quote indah dari penulis terkenal. Sejak membaca quote tersebut, saya selalu berusaha sebisa mungkin untuk curcol di blog maupun media sosial lainnya.

Menulis, sebenarnya bukan hal yang asing bagi saya. Sejak TK, saya sudah banyak disuguhi majalah anak-anak oleh orang tua saya. Dari sebelum saya lancar membaca, papa saya sangat amat telaten membacakan cerita untuk saya. Mulai dari dongen hewan, sejarah beberapa daerah di Indonesia, kisah 25 nabi sampai komik doraemon.

Memasuki usia sekolah dasar, tentunya saya makin lancar membaca. Salah satu majalah yang tidak pernah tertinggal untuk saya beli saat waktunya terbit adalah Bobo.

Saya paling suka membaca rubrik 'Tak Disangka'. Kenapa? Karena rubrik ini berisi kiriman kisah nyata para pembaca. Saya tertarik ingin mengirim tulisan karena ada hal lucu yang saya alami saat membeli lada di warung. Pada akhirnya, saya mencoba menuangkannya dalam bentuk tulisan lalu meminta bantuan mama untuk mengirim tulisan tersebut ke redaksi bobo.

Tak disangka... tulisan saya akhirnya dimuat di majalah Bobo. Hadiahnya berupa tas. Pada saat itu, hati saya luar biasa bahagianya. Untuk anak SD kelas 3,tulisannya masuk di dalam majalah pasti suatu kejadian yang berharga sekali. Iya kan? Pasti! Sejak saat itu, saya rajin mengirim tulisan ke Bobo. Dan yeaaah!  Saya mendapatkan banyak sekali hadiah dari Bobo. Seperti tiket gratis nonton film A Bugs Life, alat-alat tulis hingga berlangganan gratis beberapa pekan.

Sejak saat itu, semangat membaca dan menulis saya semakin berkobar. Apabila ada waktu senggang, saya selalu menulis. Apa saja. Dari mulai cerita enggak jelas yang saya tulis di buku diary sampai berlembar-lembar kertas berisi cerpen. Siapa yang baca? Mulai dari orang tua, teman-teman bahkan bapak ibu guru.

Hasilnya, saya menang lomba menulis cerpen antar SD di tingkat kecamatan. Beranjak memasuki usia SMP, menang lomba mading sudah menjadi hal lumrah buat saya. Beberapa kali lomba menulis puisi, cerpen dan artikepun selalu masuk di tiga besar. Intinya, passion saya memang menulis.

Namun kesempatan menulis saya menjadi berkurang sejak memasuki usia SMA hingga kuliah kemudian menikah. Saya sudah jarang bahkan tidak pernah lagi membuat cerpen. Down! Kemampuan menulis saya langsung ngedrop.

Saya hanya bisa curcol di medsos.

Sampai akhirnya saya mengenal blog. Tanpa berpikir panjang, saya langsung membuat blog. Hasilnya : dua buah buku antologi sudah terbit. Yang pertama 'Hati Ibu Seluas Samudera' terbitan  sixmidad yang digarap oleh pakde Cholik. Yang kedua yaitu 'Peluh Impian dan Perjuangan'. Sebuah antologi berisi curahan hati para pendamping punggawa keuangan negara.

Di tahun 2017 akhir, salah satu teman saya memberikan kabar kalau ada komunitas yang bernama ODOP sedang membuka kelas tahap 5. Tanpa berpikir panjang, saya langsung mendaftar setelah sebelumnya memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Saya perlu komunitas semaca ini. Saya perlu ilmunya.

Setelah satu bulan bergabung dengan ODOP, banyak manfaat yang saya dapatkan. Diantaranya:

1. Jodoh. Hah! jodoh!? Iya, karena saat tidak menulis, saya merasa kehilangan, rindu dan menjadi galau sendiri.

2. Kesempatan menulis. Karena sungguh, sebelum masuk ODOP, menulis bagi saya seperti puasa senin kamis. Bolong-bolong, jarang-jarang. Dengan mengikuti ODOP, saya 'dipaksa' menulis setiap hari.

3. Ilmu literasi. Ilmu yang disampaikan oleh para pakar profesional sangat sangat membantu saya dalam menulis. 

3. Inspirasi. Dulu, ketika saya belum ngODOP,saya seperti kehilangan inspirasi saat menulis. Ketik satu kata, hapus. Ketik dua kata, hapus lagi. Namun kerana di ODOP ini ada tugas blogwalking, jadinya inspirasi menulis selalu hadir.

4. Teman. Ini bonus plus plusnya. Walaupun cuma kenal di dunia maya, tapi saya merasakan kehangatan yang luar biasa di grup ODOP. Kita bisa saling support, saling memberi informasi dan belajar bersama-sama.

Semoga saya bisa istiqomah berada di komunitas ODOP ini.

#onedayonepost
#ODOPbatch5
#tantangan